Oleh : KUA TURI
Ketika mengikuti Pelahitan Hisab Ru’yat yang
diselenggarakan PP Muhammadiyah dan Departemen Agama Pusat bulan juli 2007,
sebetulnya penulis telah mendapatkan informasi dari Badan Hisab Ru’yat Prop. DIY sebagaimana
ekspose Kanwil DEPAG DIY yang dimuat harian ini tanggal 23 Mei 2009 yang menyatakan bahwa 77 % dari
78 masjid jami’ kecamatan se-DIY belum tepat arah kiblatnya. Dengan demikian ekspose
tersebut dapat dikatakan terlambat.
Mengapa terlambat? karena bila setelah pengukuran
bulan April-Mei 2007 segera diumumkan dan ditindaklanjuti dengan gerakan
meluruskan arah kiblat keseluruh masjid dan musholla dengan melibatkan Kantor
Urusan Agama sebagai organ terbawah Departemen Agama, maka semestinya saat ini sudah
tidak ada lagi ekspose semacam itu. Minimal tanggal 28 Mei kemarin sekedar
moment untuk melakukan konfirmasi ulang terhadap pengukuran yang telah
dilakukan.
Karena kegiatan tersebut belum dilakukan, maka setidaknya
menyisakan 2 permasalahan, yaitu persoalan teknis dan masalah fiqhiyah.
Secara teknis, barangkali ekspose tersebut
dilakukan dengan harapan agar umat Islam, khususnya pengurus masjid/musholla,
melakukan kegiatan rusydul qiblat (meluruskan
arah qiblat masjid/musholla) saat istiwa’
a’dhom (saat matahari berada diatas kota Makkah / Ka’bah) pada pukul 16.18
WIB tanggal 28 Mei kemarin.
Meski sederhana, namun kegiatan rusydul qiblat menggunakan bayangan
matahari memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya : 1) kita harus
mengetahui saat yang tepat keberadaan matahari diatas Ka’bah, 2) tempat yang
akan diluruskan arah kiblatnya harus terbuka sehingga memungkinkan sinar
matahari dapat menimbulkan bayangan, 3) pada jam tersebut keadaan harus terang,
karena kalau mendung tidak akan mendapatkan bayangan benda, 4) benda/tongkat
yang digunakan harus lurus dan dipasang dengan
posisi tegak lurus diukur dengan menggunakan bandul, dan 5) jam yang
digunakan harus dikalibrasi (dicocokkan) dengan waktu GMT.
Karena kegiatan ini sangat tergantung dengan
cuaca, sementara cuaca di DIY beberapa hari terakhir cenderung mendung, maka kegiatan
yang diharapkan dapat dilakukan tersebut bisa jadi tidak dapat dilakukan atau
kalaupun kegiatan itu dilakukan tidak dapat mendapatkan hasil yang akurat.
Dengan demikian, Depag tidak cukup melakukan
ekspose dan memberikan arahan tentang tatacara rusydul qiblat, namun perlu
menindaklanjuti ekspose tersebut dengan kegiatan memberikan fasilitasi dan
bimbingan teknis meluruskan arah kiblat dengan metode lain yang mungkin secara
teknis sederhana dan dapat dilakukan tanpa harus tergantung oleh cuaca, seperti
distribusi disertai bimbingan cara
penggunaannya.
Pentingnya kegiatan rusydul qiblat ini didasarkan pada hadits
riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, nabi bersabda : “.....apabila kami (akan) mendirikan shalat,
sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah kiblat dan bertakbirlah...”.
Berdasar hadis ini ulama menjadikan menghadap
kiblat sebagai syarat sahnya sholat. Oleh karena itu, setelah mengetahui bahwa 77
% Masjid tidak tepat arah kiblatnya, maka akan menimbulkan keresahan ataupun
pertanyaan umat Islam terhadap kualitas atau bahkan keabsahan sholat. Dan
persoalan ini apabila tidak diantisipasi akan menimbulkan sikap menyalahkan
orang-orang terdahulu yang membangun masjid/ musholla yang mereka gunakan untuk
beribadah saat ini.
Memang Depag telah mengantisipasi hal tersebut
dengan mengemukakan pendapat ulama bahwa kekurang-tepatan arah qiblat tidak
serta merta membatalkan keabsahan sholat. Hal itu tentu berlaku bagi orang yang
tidak mengetahui ketepatan arah kiblat. Namun ketika umat telah mengetahui
bahwa 77 % Masjid di DIY belum tepat arah kiblatnya, berarti kita tidak boleh
menyederhaanakan persoalan tersebut. Karena jarak Yogyakarta dengan Ka’bah
(Makkah) sekitar 8.361 Km, maka kesalahan satu derajat bisa menjadi sangat berpengaruh
terhadap ketepatan arah shalat kita.
Oleh sebab itu gerakan meluruskan arah kiblat
perlu kita lakukan tanpa harus membongkar masjid kita namun cukup dengan
membenarkan shoff masjid kita. Dengan
pendekatan persuasif dan penjelasan yang baik, insya’allah kegiatan tersebut
dapat diterima oleh semua masyarakat dan tokoh agama. Ceritera bahwa KH. Ahmad Dahlan diusir dari
kampung Kauman ketika merubah shoff musholla di Kauman cukuplah menjadi tonggak
betapa menyempurnakan ibadah itu penting dan terus menerus perlu kita lakukan.
0 komentar:
Posting Komentar