Artinya : “Ambillah dari (sebagian) harta mereka zakat, sebagai pembersih (atas
harta) mereka dan penyuci (jiwa) mereka dan doakanlah mereka, sesungguhnya do’a
kamu akan menentramkan mereka (pembayar zakat), dan Allah maha mendengar lagi
maha mengetahui “ (At-Taubah 103)
Menurut Ibnu al 'Arabi, zakat dari
segi bahasa berarti Nama' (kesuburan), Thaharah (bersih/suci) dan Tazkiyah /
tathhier (Mensucikan dan Membersihkan). Zakat bermakna pembersihan dan kesuburan, karena dengan mengeluarkan zakat,
maka harta penghasilan dan simpanan menjadi bersih. Bersih dari sesuatu yang
haram dimiliki, yaitu hak-hak orang lain yang telah diwajibkan untuk kita
keluarkan.
Dalam Pasal 1 (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
dijelaskan bahwa Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang Muslim
atau Badan yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan Agama
(Islam).
Pembayaran zakat dilakukan oleh seorang Muslim dari
harta/pendapatan/perniagaan/tanaman/peternakan yang berbentuk uang, hasil
tanaman atau ternak dengan kadar
tertentu sesuai jenis hartanya untuk dibagikan kepada 8 asnaf atau
golongan yang berhak menerima zakat..
Besaran Zakat bervariasi sesuai dengan jenis harta yang wajib dizakati,
yaitu antara 2,5 %, 5 % 10 % dan 20 %.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok
bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu)
atas setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk
dalam katagori ibadah sebagaimana Shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur
secara rinci dan paten berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah, sekaligus merupakan
amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia.
Zakat dimaksudkan untuk mensucikan harta pemiliknya. Harta yang dizakati
akan diberkati dan dipelihara oleh Allah. Adapun harta yang tidak dizakati, ia
tidak mendapat perlindungan Allah. Harta-harta itu akan segera lenyap dari
permukaan bumi. Allah akan membinasakannya dengan menjatuhkan bencana yang
beraneka ragam macamnya. Harta tersebut tidak akan memberi keuntungan bagi
pemiliknya di akhirat.
Dalam Islam, zakat itu merupakan manifestasi dari kegotong-royongan antara hartawan dan fakir miskin. Pengeluaran
Zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemasyarakatan, yaitu
kemiskinan sosial dan kelemahan fisik maupun mental. Dengan zakat, masyarakat
akan terpelihara dari berbagai bencana, karena zakat itu menyuburkan masyarakat
dan memelihara mereka dari kelemahan, kemiskinan dan bencana - bencana
kemasyarakatan yang lain.
Zakat merupakan ibadah Maaliyah Ijtimaiyyah yang memiliki posisi yang
sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi ajaran Islam maupun
dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Dalam Al Qur'an, ada 27 ayat yang memuji orang-orang yang yang secara
sungguh-sungguh menunaikannya, dan sebaliknya memberi ancaman bagi orang yang
sengaja meninggalkannya. Karena itu pula, Rasulullah pernah melakukan isolasi
sosial kepada seseorang yang enggan membayarkan zakat hartanya. Begitu juga Abu
Bakar As Ashidiq bertekad memerangi orang yang mengerjakan shalat akan tetapi
secara sadar dan sengaja tidak menunaikan zakat
Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, AM Syaefuddin berpendapat bahwa
zakat merupakan salah satu instrumen penting dalam pemerataan pendapatan. Dengan
zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi
sekaligus pemerataan pendapatan (economic growth with equity). Zakat merupakan
soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al Quran. Dengan Zakat harta
akan selalu beredar dan berputar. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi
(penumpukan) harta pada satu tangan atau sebagian orang kaya saja. Penumpukan
harta di tangan segelintir orang, secara tegas telah dilarang oleh Allah,
sebagaimana Firman-Nya :
Artinya : ”Apa saja harta rampasan
(fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal
dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya”.
Dalam menentukan harta sebagai obyek Zakat, Ada dua pendekatan yang
disampaaikan Al Quran dan Hadits; yaitu
secara terperinci (tafsili) dan secara glogal (ijmali).
Terhadap obyek zakat yang sudah dijelaskan secara terperinci, seperti Emas
dan perak, Hewan ternak, pertanian dsb. tentu kita tinggal melaksanakan sesuai
ketentuan yang ada. Sedangkan terhadap obyek zakat yang disebutkan secara
global, Ulama meng-qiyaskan hal tersebut
kepada ketentuan ijmali yang mendekati. sebagaimana dalam Qs Al Baqarah
: 267.
Artinya : ” Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Dalam ayat ini Allah hanya menyebut Maal sebagai obyek Zakat, dan tidak
secara spesifik menyebut emas, perak, kambing dsb. Terhadap ayat ini Ahmad
Mustafa Al Maraghi menjelaskan bahwa ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada orang-orang yang beriman untuk
mengeluarkan zakat dan infaq dari segala macam harta yang dimiliki dan
diusahakan. Oleh karena itu, segala macam penghasilan, pendapatan dan yang
menghasilkan uang, termasuk katagori obyek zakat. Jika telah memenuhi syarat zakat, maka wajib
dikeluarkan Zakatnya. Dalam pengertian inilah kemudian dimasukkan Zakat
Profesi, seperti dokter, pegawai, dosen, konsultan, pengacara, perancang
pakaian dll. Demikian juga dengan perusahaan yang dikelola secara sendiri
maupun bersama-sama, seperti PT, CV, Koperasi, setiap tahun harus dikeluarkan
zakatnya. Zakat disyariatkan oleh Allah Swt pada tahun ke II Hijriyah.
Sebagaimana Firman Allah Qs An Nisa : 77:
Artinya : ”Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang dikatakan kepada mereka "Tahanlah tanganmu (dari
berperang), Dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat!" ...
Zakat terdiri dari dua macam, Pertama zakat nafs atau zakat jiwa yang
dikenal dengan Zakat fitrah. Diwajibkan kepada setiap jiwa, meski pun terhadap
bayi yang baru lahir menjelang shalat Idul Fitri. Zakat ini diberikan berkenaan
dengan selesainya mengerjakan shiyam Ramadhan dan dikeluarkan dengan batas
akhir sebelum shalat Idul Fitri. Secara umum zakat, baik zakat Maal maupun
zakat Fitrah, dibagikan kepada 8 (delapan) asnaf (At taubah : 60) . Namun sebagian ulama berpendapat, bahwa zakat
Fitrah ini dibagikan hanya kepada dua golongan saja, yaitu fakir dan Miskin.
Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi :
Artinya : .....(fungsi) Zakat fitrah ialah untuk
mensucikan orang yang berpuasa dan memberi makan bagi orang-orang miskin.....
Dalam Hadits ini mencakup juga orang Fakir.
Pendapat ini didasarkan kepada ketentuan bahwa fungsi hadits ialah untuk
menjelaskan atau merinci ketentuan yang ada dalam Al Qur'an. Dalam hal ini
pernyataan 'Umum" dalam Al Qur'an dijelaskan dengan pernyataan 'khusus'
dalam Hadits Nabi, sehingga dalam kasus Zakat Fitrah maka Firman Allah
di-"takhshis " (dikhususkan) oleh Hadits Nabi. Dalam konteks hukum
dikenal lex generalis dan lex specialits
Kedua, Zakat Maal. Yaitu zakat harta. Harta adalah segala sesuatu yang
dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut lazimnya.
Sesuatu dapat disebut dengan Maal (harta) apabila memenuhi 2 syarat, yaitu
Pertama : dapat dimiliki, disimpan, dihimpun dan dikuasai; Kedua dapat diambil
manfaatnya. Syarat zakat ialah harta tersebut adalah dimiliki secara sempurna
(al milku at-tam) serta telah mencapai nishab dan atau haul. Nishab ialah batasan minimal jumlah harta
yang merupakan ketentuan wajib Zakat,. Selain yang sudah ditentukan secara
terperinci dalam Al Quran ataupun Hadits,
maka ulama meng-qiyaskan ketentuan nishabnya pada Nishab Emas dan Perak,
yaitu 85 gram emas murni (atau senilai
20 Dinar; 1 Dinar = 4, 25 gram emas murni).
Adapun Haul ialah batas masa kepemilikan harta. Artinya harta wajib
dizakati apabila sudah dimiliki/ dikuasai selama satu tahun. Untuk Zakat
profesi dan perdagangan dihitung dari
pendapatan dikurangi biaya-biaya selama satu tahun, apabila telah memenuhi
ketentuan nishab, maka ia wajib dizakati.
Yang lebih penting lagi ialah, bahwa zakat sangat tergantung kepada
kejujuran kita masing - masing dalam menghitung harta/kekayaan. Karena yang
lebih mengetahui berapa jumlah harta kita adalah kita sendiri. Disinilah
pentingnya kejujuran dan kesadaran para aghniya (orang-orang kaya) untuk secara
sadar menghitung sendiri harta dan kekayaan masing-masing.
Penting kami sampaikan disini, bahwa sudah waktunya kita memprioritaskan
satu dua orang yang kita anggap mampu mengembangkan zakat tersebut sebagai
modal kerja, sehingga tahun yang akan datang mereka mampu berzakat, ketimbang
sekedar membagi rata zakat harta kita untuk kemudian habis dikonsumsi. Insyaallah bila hal ini yang terjadi, maka
kemiskinan dan pengangguran akan terkurangi.
0 komentar:
Posting Komentar