Selamat Datang di Media Online KUA Kecamatan Turi Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat Kantor : Keringan, Wonokerto, Turi, Sleman (0274) 4461590

Jumat, 17 Mei 2013

MELURUSKAN ARAH KIBLAT

Oleh : KUA TURI
Ketika mengikuti Pelahitan Hisab Ru’yat yang diselenggarakan PP Muhammadiyah dan Departemen Agama Pusat bulan juli 2007, sebetulnya penulis telah mendapatkan informasi  dari Badan Hisab Ru’yat Prop. DIY sebagaimana ekspose Kanwil DEPAG DIY yang dimuat harian ini tanggal  23 Mei 2009 yang menyatakan bahwa 77 % dari 78 masjid jami’ kecamatan se-DIY belum tepat arah kiblatnya. Dengan demikian ekspose tersebut dapat dikatakan terlambat.
Mengapa terlambat? karena bila setelah pengukuran bulan April-Mei 2007 segera diumumkan dan ditindaklanjuti dengan gerakan meluruskan arah kiblat keseluruh masjid dan musholla dengan melibatkan Kantor Urusan Agama sebagai organ terbawah Departemen Agama, maka semestinya saat ini sudah tidak ada lagi ekspose semacam itu. Minimal tanggal 28 Mei kemarin sekedar moment untuk melakukan konfirmasi ulang terhadap pengukuran yang telah dilakukan.
Karena kegiatan tersebut belum dilakukan, maka setidaknya menyisakan 2 permasalahan, yaitu persoalan teknis dan masalah fiqhiyah.
Secara teknis, barangkali ekspose tersebut dilakukan dengan harapan agar umat Islam, khususnya pengurus masjid/musholla, melakukan kegiatan rusydul qiblat (meluruskan arah qiblat masjid/musholla) saat istiwa’ a’dhom (saat matahari berada diatas kota Makkah / Ka’bah) pada pukul 16.18 WIB tanggal 28 Mei kemarin.
Meski sederhana, namun kegiatan rusydul qiblat menggunakan bayangan matahari memerlukan beberapa persyaratan, diantaranya : 1) kita harus mengetahui saat yang tepat keberadaan matahari diatas Ka’bah, 2) tempat yang akan diluruskan arah kiblatnya harus terbuka sehingga memungkinkan sinar matahari dapat menimbulkan bayangan, 3) pada jam tersebut keadaan harus terang, karena kalau mendung tidak akan mendapatkan bayangan benda, 4) benda/tongkat yang digunakan harus lurus dan dipasang dengan  posisi tegak lurus diukur dengan menggunakan bandul, dan 5) jam yang digunakan harus dikalibrasi (dicocokkan) dengan waktu GMT.
Karena kegiatan ini sangat tergantung dengan cuaca, sementara cuaca di DIY beberapa hari terakhir cenderung mendung, maka kegiatan yang diharapkan dapat dilakukan tersebut bisa jadi tidak dapat dilakukan atau kalaupun kegiatan itu dilakukan tidak dapat mendapatkan hasil yang akurat.
Dengan demikian, Depag tidak cukup melakukan ekspose dan memberikan arahan tentang tatacara rusydul qiblat, namun perlu menindaklanjuti ekspose tersebut dengan kegiatan memberikan fasilitasi dan bimbingan teknis meluruskan arah kiblat dengan metode lain yang mungkin secara teknis sederhana dan dapat dilakukan tanpa harus tergantung oleh cuaca, seperti distribusi       disertai bimbingan cara penggunaannya.
Pentingnya kegiatan  rusydul qiblat ini didasarkan pada hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, nabi bersabda : “.....apabila kami (akan) mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah kiblat dan bertakbirlah...”.
Berdasar hadis ini ulama menjadikan menghadap kiblat sebagai syarat sahnya sholat. Oleh karena itu, setelah mengetahui bahwa 77 % Masjid tidak tepat arah kiblatnya, maka akan menimbulkan keresahan ataupun pertanyaan umat Islam terhadap kualitas atau bahkan keabsahan sholat. Dan persoalan ini apabila tidak diantisipasi akan menimbulkan sikap menyalahkan orang-orang terdahulu yang membangun masjid/ musholla yang mereka gunakan untuk beribadah saat ini.
Memang Depag telah mengantisipasi hal tersebut dengan mengemukakan pendapat ulama bahwa kekurang-tepatan arah qiblat tidak serta merta membatalkan keabsahan sholat. Hal itu tentu berlaku bagi orang yang tidak mengetahui ketepatan arah kiblat. Namun ketika umat telah mengetahui bahwa 77 % Masjid di DIY belum tepat arah kiblatnya, berarti kita tidak boleh menyederhaanakan persoalan tersebut. Karena jarak Yogyakarta dengan Ka’bah (Makkah) sekitar 8.361 Km, maka kesalahan satu derajat bisa menjadi sangat berpengaruh terhadap ketepatan arah shalat kita.
Oleh sebab itu gerakan meluruskan arah kiblat perlu kita lakukan tanpa harus membongkar masjid kita namun cukup dengan membenarkan shoff masjid  kita. Dengan pendekatan persuasif dan penjelasan yang baik, insya’allah kegiatan tersebut dapat diterima oleh semua masyarakat dan tokoh agama. Ceritera bahwa KH. Ahmad Dahlan diusir dari kampung Kauman ketika merubah shoff musholla di Kauman cukuplah menjadi tonggak betapa menyempurnakan ibadah itu penting dan terus menerus perlu kita lakukan.

0 komentar:

Posting Komentar